
Foto: Ilustrasi Istimewa
Penulis: Ahmad Richad
TVRINews, Jakarta
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengabulkan permohonan pernikahan beda agama yang diajukan pasangan Islam dan Kristen. Alasannya agar tak terjadi praktik kumpul kebo.
Permohonan itu disahkan PN Surabaya usai pasangan RA dan EDS ditolak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.
Namun sekarang, melalui penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya, kembali diminta untuk mencatat pernikahan tersebut agar dapat diterbitkan akta perkawinan.
"Permohonan masuk ke PN Surabaya pada 8 April 2022 dan ditetapkan pada 26 April 2022 lalu," kata Humas PN Surabaya, Suparno kepada wartawan, Selasa (21/6/2022).
Baca Juga: Presiden Jokowi Minta Seluruh Pihak Pahami Subsidi BBM Saat Ini
Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan bahwa jika berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, maka pernikahan tersebut tidak sah.
Selain itu Refly juga menyebutkan seharusnya hakim PN Surabaya tidak mengabulkan permohonan tersebut, karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
"Salah, menurut hukum positif yang berlaku. Tapi mereka kan hakim. Hakim sering mutus di luar undang-undang yang berlaku," kata Refly saat dihubungi TVRINews.com, Selasa (21/6/2022).
Kedua sejoli yang permohonannya dikabulkan oleh PN Surabaya itu, bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1, yang berbunyi, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".
Baca Juga: Hadapi Tahun Politik, Dewan Pers Imbau Media Bijak Gunakan Pilihan Kata
Terkait dengan perkembangan zaman apakah Undang-Undang Pernikahan itu harus di lakukan revisi, menurut Refly bahwa hal itu sulit dilakukan karena mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam.
"Umat Islam yang mayoritas akan menolak kalau perkawinan beda agama dibolehkan, karena bagi umat Islam itu perkawinan tidak hanya hak, tetapi juga menjakankan perintah agama," ujar Refly.
"Perintah agamanya adalah seorang perempuan muslim harus nikah dengan yang muslim juga," sambungnya.
Lebih lanjut, Refly menyarankan agar para hakim yang ada di Indonesia berpegang teguh pada undang-undang yang berlaku, agar hal serupa tidak kembali terulang di kemudian hari.
"Sarannya, hukum ditegakkan. Kalau tidak ditegakkan buat apa ada hukum," tutur Refly dengan tegas.
Editor: Redaktur TVRINews