
Ditahan KPK, Kepala Kanwil BPN Riau Diduga Terima Suap Hingga 120 Ribu Dollar Singapura
Penulis: Ridha Gemelli Sitompul
TVRINews, Jakarta
KPK menahan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Riau M. Syahrir (MS).
Syahrir merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, guna kepentingan penyidikan Syahrir bakal ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Kavling C1 Gedung ACLC, Jakarta Selatan.
Baca Juga: Belum Juga Ditahan, KPK Segera Panggil Ulang Hakim Agung Gazalba Saleh
“Terkait kebutuhan proses penyidikan, untuk Tersangka MS (Syahrir) dilakukan penahanan oleh tim penyidik dengan waktu 20 hari pertama, terhitung 1 Desember 2022 sampai dengan 20 Desember 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC,” kata Ghufron, Jumat (2/12/2022).
Adapun, sebelumnya dalam perkara ini, KPK telah mengumumkan tiga orang tersangka. Mereka antara lain M. Syahrir (MS); Frank Wijaya (FW); serta Sudarso (SDR) selaku GM PT Adimulia Agrolestari.
Tersangka FW telah ditahan sejak 27 Oktober 2022. Sementara, untuk tersangka SDR tidak dilakukan penahanan karena sedang menjalani masa pemidanaan di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Kontruksi Perkara
M. Syahril (MS) tersangka penerima dalam kasus dugaan suap pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau.
“Diduga telah terjadi, FW sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan SDR untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada tahun 2024,” ujar Ghufron.
Ghufron menjelaskan, perkara ini bermula proses pengurusan HGU tersebut SDR selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW.
“Selanjutnya, SDR menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT AA,” ucap Ghufron.
Pada Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang salah satunya ditujukan ke Kanwil BPN Provinsi Riau.
“SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya dan dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk Dollar Singapura dengan pembagian 40 persen-60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA,” tutur Ghufron.
Dari pertemuan tersebut, SDR lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SDR kemudian mengajukan permintaan uang 120.000 Dollar Singapura atau setara dengan Rp1,2 miliar ke kas PT AA dan disetujui FW.
“Sekitar September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120.000 dolar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas MS dan MS mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apapun,” ungkap Ghufron.
Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.
Terkait penerimaan uang, KPK menduga MS memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama kepemilikan di antaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.
KPK menduga dalam kurun waktu September 2021-27 Oktober 2021, MS menerima aliran sejumlah uang baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah sekitar Rp791 juta yang berasal dari FW.
Baca Juga: Kejari Bengkulu Selatan Tahan Tersangka Korupsi Baznas
"Selain itu, pada kurun waktu tahun 2017 sampai dengan tahun 2021, MS diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi dan hal ini akan terus didalami dan dikembangkan tim penyidik," tandas Ghufron.
Editor: Redaktur TVRINews